The Night of Power in Ramadan and how we can witness it

The Night of Power is known as Laylatul Qadr in Arabic and it is to be found on one of the last 10 nights of Ramadan, which is now. Its main importance is the fact that this is the night that the…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Obituari Ingatan

Dua tahun habis setelah saya memutuskan untuk membatasi diri bergabung dalam kelompok seni di jurusan, dan setelah dua tahun habis baru saya berani membuka kembali folder-folder sisa berkegiatan di sana. Cukup sulit sebenarnya untuk menuliskan secara jujur perasaan saya saat ini, selain bahwa saya merasa tidak memiliki kemampuan untuk benar-benar jujur terhadap perasaan, saya juga takut kalau-kalau tulisan ini dibegitu romantisasi oleh pembaca../itu juga kalau ada yang baca sih:/

Tapi saya harus mencoba kan? Okei Inna, mari kita mulai.

Tumbuh di keluarga yang semi patriarki dan full agamais sesungguhnya membuat saya sangat sulit berpendapat, termasuk berpendapat tentang diri saya sendiri. Saya merasa berkembang dengan banyak kebingungan, entah sesederhana profesi habis lulus atau yang lebih kompleks tujuan hidup.

Keputusan-keputusan yang saya pilih dalam hidup pun mungkin tidak bisa dikatakan seratus persen adalah hasil pertimbangan original dari saya, selalu saja ada hal yang mendistrak..dan sebagai anak bungsu itu adalah konsekuensi. Saya bahkan berpikir barangkali itu mengapa makin ke sini saya makin aneh; dalam setahun ini kepribadian saya menjelma orang yang sangat mudah tersentuh, tapi disaat bersamaan tidak juga pernah benar-benar tersentuh.

Saya memiliki 5 kakak laki-laki dan 1 kakak perempuan. Orang tua saya masih lengkap, bapak adalah sosok yang sangat bertanggung jawab, dan ibu adalah perempuan yang sangat kuat di dunia; pun kalau ada yang melebihinya, barangkali itu adalah Inna 21 tahun yang berusaha mengerti banyak hal di keluarga../ haha canda.

Dua tahun kemarin ketika pandemi covid 19 ibu tetiba berkata “Inna, bapak nd suka kalau kau main teater, bergerumul dengan kelompok seni, bergaul tanpa batasan; minum-minum, zina-zina.. dan ya kakamu yang bilang, pergaulan sastra itu nd bagus. Dia sudah jalani”

Walaupun bukan Mama Loren, tapi saya hampir tepat menduga sekalimat ibu. Tentang larangan-larangan yang memang dalam agama tidak boleh, dan pengalaman yang telah dijalani kakak yang tidak boleh saya tau. Keluarga saya sejujurnya begitu demokratis. Mereka sangat menjunjung tinggi musyawarah dan mempertimbangkan banyak pengalaman-pengalaman. Namun sialnya saya anak bungsu, sehingga hampir semua pengalaman saudara saya otomatis harus saya alami, bahkan ketika saya tidak pernah benar-benar mengalaminya. Saya sempat merasa tidak dipercaya, saya merasa orang tua saya salah dalam mendidik saya, saya merasa begitu tidak adil di rumah. Tapi laun-laun, menjalani hal-hal ternyata membuat saya mengerti lebih banyak hal.

Saya mengambang kurang lebih setahun. Saya tidak tau harus melakukan apa, sebab satu-satunya hal yang saya senangi dipaksa untuk tidak saya senangi lagi. Saya masih 18 tahun akhir saat itu, dan melepaskan kesenangan ternyata momen yang sangat-sangat buruk. Sejak saat itu saya memutuskan berhenti berpegang pada manusia dalam jenis apapun. Tapi sayangnya, manusia-manusia di rumah terlanjur berpegang pada saya.

Ini barangkali kasar untuk mengatakannya, tapi untuk beberapa hal kakak-kakak saya adalah produk milenial yang gagal; dan sejauh ini bapak ibu selalu percaya produk gagal punya lebih banyak pengalaman..dan seperti yang saya katakan keluarga saya adalah demokratis, sehingga oleh bapak ibu anaknya dibagi menjadi kakak yang memiliki pengalaman, dan saya yang harus memiliki pencapaian. Saya normalnya harus keberatan, tapi perasaan saya pada kedua orang tua menyayangkan saya untuk sekadar menawar.

Bergabung dalam yayasan kebudayaan daerah kemudian menjadi langkah saya. Saya mempelajari bagaimana kegunaan jaringan pemerintahan di kampung, juga sedikitnya mempelajari teknik menjilat yang tidak begitu menjijikkan. Lalu setelah habis pandemi covid saya sempat bergiat dalam komunitas kebudayaan lain, dan menjadi salah satu penulis buku penelitian kebudayaan di sana.

Teater tidak lagi benar-benar tersentuh, sialnya sejumlah tawaran untuk menggiatinya kembali ada-ada saja menghampiri. Saya menutup mata, menutup telinga, dan menutup hati. Saya benar-benar berhenti dengan teater sejak saat itu.

Berlakon pernah menjadi cita-cita saya, dan ibu sangat tau itu..sebab sedari kecil saya memang ingin jadi artis, haha. Tapi di dunia yang kata Pramoedya yang rumit hanya tafsiran-tafsirannya ini, memaksa saya untuk menerima banyak hal dan melepaskan banyak hal juga.

Saya terbiasa menjadi pendengar yang baik di rumah, pun sekaligus menjadi orang yang tidak tau apa-apa di saat bersamaan. Tapi untungnya saya dikaruniai kelebihan dengan pemakluman, hingga seperti mesin otomatis.. saya terkontrol untuk terus tersenyum, bahkan ketika tidak sedang baik-baik saja. Saya lalu merasa bahwa hidup bukan tentang untuk bahagia, tapi menjadi bermakna. Saya kemudian menjadi seorang pendefenisi hidup yang sangat-sangat naif; klise atau apalah itu jadi makanan bertahan hidup. Tapi meskipun begitu, saya acap kali tetiba didatangi perasaan kesadaran seperti malam ini, yang dengan banyak pemakluman dan keinginan terbatas; saya masih Inna 18 tahun yang menginginkan penuh lakon.

Ujian saya tinggal sebentar, yang berarti bahwa saya semakin sempit untuk memiliki kesempatan produksi teater lagi. Foto-foto kegiatan sebatas kenangan, dan ya kalau kata Faisal Oddang;

Jum’at 03.09 dini hari.

Add a comment

Related posts:

The 5 HOA Board Member Roles

The board of directors is made up of a president, treasurer, and secretary. There can also be a vice president and a member at large. They are all important to running homeowners associations and…

Hip Labral Tear Recovery Without Surgery

Is hip labral tear recovery without surgery possible? If you’ve been told your hip pain is caused by a hip labral tear, you probably have many questions, and you should. What is a hip labrum? What…

Waves

Haiku Poetry About Taking a Chance